2016-08-10

Misteri Candi Borobudur Tercatat di Al-quran

DR - Pasti semua orang indonesia, bahkan dunia akan mengenal candi borobudur sebagai warisan budaya, dibalik kemegahan bangunan candi borobudur, maka sebuah memori akan borobudur senantiasa menyertai.


Jika anda dan keluarga mengunjungi candi borobudur, maka jangan lupakan hal ini yaitu BOROBUDUR & MAGELANG,


seperti di gambar bawah ini

candi_borobudur_99_77

Makna 176 pada Candi Borobudur adalah pecahan dari 99 dan 77, mengacu pada sebuah 99  



yang hanya di miliki oleh sebuah surah di al-quran yakni, Perhatikan Surat Al-Hijr, mengutip wikipedia, Surah Al-Hijr
Surah Al-Hijr (bahasa Arab:الحجر, al-Hijr, “Al-Hijr”) adalah surah ke-15 dalam al-Qur’an. Surah ini terdiri atas 99 ayat dan termasuk golongan surah-surah Makkiyah. Al-Hijr adalah nama sebuah daerah pegunungan yang didiami oleh kaum Tsamud pada zaman dahulu yang terletak di pinggir jalan antara Madinah dan Syam (Syria). Nama surah ini diambil dari nama daerah pegunungan itu, berhubung nasib penduduknya yaitu kaum Tsamud diceritakan pada ayat 80 sampai dengan 84, mereka telah dimusnahkan Allah, karena mendustakan Nabi Shaleh dan berpaling dari ayat-ayat Allah. Dalam surah ini terdapat juga kisah-kisah kaum yang lain yang telah dibinasakan oleh Allah seperti kaum Luth dan kaum Syu’aib . Surah ini juga mengandung pesan bahwa orang-orang yang menentang ajaran rasul-rasul akan mengalami kehancuran.
Bandingkan dengan Borobudur, mengutip wikipedia, Borobudur
Borobudur terletak di atas bukit pada dataran yang dikeliling dua pasang gunung kembar; Gunung Sundoro-Sumbing di sebelah barat laut dan Merbabu-Merapi di sebelah timur laut, di sebelah utaranya terdapat bukit Tidar, lebih dekat di sebelah selatan terdapat jajaran perbukitan Menoreh,
Sebuah surah Al-qur’an al-hijir ayat 77
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda  bagi orang-orang yang beriman. (QS 15 ayat 77),
Berkaca pada ayat sebelumnya
76. Dan sungguh, negeri itu * benar-benar terletak di jalan yang masih tetap (dilalui manusia)**
*Yang dimaksud negeri di sini adalah kota Sadom yang terletak dekat pantai laut Tengah, ** Yakni dilalui orang-orang Quraisy ketika pergi menuju Syam yang belum hilang bekas-bekasnya. Oleh karena itu, mengapa mereka tidak mengambil pelajaran.
77. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang yang beriman
Hal yang mirip ketika candi borobudur yang sampai saat ini masih ada membentuk 99 dan 77 sebagai hal yang mengingatkan akan kebesaran & kebenaran Allah swt, perhatikan gambar berikut ini

candi_borobudur_22_44 

Sebuah kisah terdahulu yang terungkap pada Candi Borobudur yang selalu disebut-sebut oleh banyak orang, sebagai kode kembar yang aneh, sesuai gambar diatas, adalah CANDI=22 dan BOROBUDUR=44.

Dan penduduk Madyan. Dan Musa (juga) telah didustakan*, namun Aku beri tenggang waktu kepada orang-orang kafir**, kemudian Aku siksa mereka, maka betapa hebatnya siksaan Ku ***(QS 22 ayat 44)
* Oleh orang-orang Qibthi (Mesir). ** Sehingga mereka semakin melampaui batas, dan semakin bertambah kekafiran dan keburukannya.*** Dapat pula diartikan, “Maka betapa hebatnya pengingkaran-Ku terhadap kekafiran dan pendustaan mereka dengan membinasakan mereka.” Di antara mereka ada yang ditimpa hujan batu kerikil, ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, ada yang dibenamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang ditenggelamkan. Allah sekali-kali tidaklah menzalimi mereka, akan tetapi merekalah yang menzalimi diri mereka sendiri. Oleh karena itu, mereka yang mendustakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hendaknya mengambil pelajaran dari azab yang menimpa generasi sebelum mereka

Mengutip wikipedia, penduduk Madyan, Syu’aib
Syu’aib (bahasa Arab: شعيب; Shuʕayb, Shuʕaib, Shuaib) (sekitar 1600 SM – 1500 SM) adalah seorang nabi yang diutus kepada kaum Madyan dan Aikah menurut tradisi Islam. Ia diangkat menjadi nabi pada tahun 1550 SM. Namanya disebutkan sebanyak 11 kali di dalam Al-Qur’an dan ia wafat di Madyan.  Syu’aib secara harafiah artinya “Yang Menunjukkan Jalan Kebenaran”. Karena menurut kisah Islam, Syu’aib telah berusaha untuk menujukkan jalan yang lurus kepada umatnya yaitu penduduk Madyan dan Aykah. 
 
Kaum MadyanUmat muslim meyakini bahwa Syu’aib ditetapkan oleh Allah untuk menjadi seorang nabi yang tinggal di timur Gunung Sinai kepada kaum Madyan dan Aykah. Yaitu kaum yang tinggal di pesisir Laut Merah di tenggara Gunung Sinai. Masyarakat tersebut disebut karena terkenal perbuatan buruknya yang tidak jujur dalam timbangan dan ukuran juga dikenal sebagai kaum kafir yang tidak mengenal Tuhan. Mereka menyembah berhala bernama al-Aykah, yaitu sebidang tanah gurun yang ditumbuhi pepohonan atau pepohonan yang lebat. Syu’aib memperingatkan perbuatan mereka yang jauh dari ajaran agama, namun kaumnya tidak menghiraukannya. Syu’aib menceritakan pada kaumnya kisah-kisah utusan-utusan Allah terdahulu yaitu kaum Nuh, Hud, Shaleh, dan Luth yang paling dekat dengan Madyan yang telah dibinasakan Allah karena enggan mengikuti ajaran nabi. Namun, mereka tetap enggan, akhirnya Allah menghancurkan kaum Madyan dengan bencana melalui doa Syu’aib.
Dakwah 
Ketika berdakwah bagi kaum Madyan, Nabi Syu’aib menerima ejekan masyarakat yang tidak mau menerima ajarannya karena mereka enggan meninggalkan sesembahan yang diwariskan dari nenek moyang kepada mereka. Namun, Syu’aib tetap sabar dan lapang dada menerima cobaan tersebut. Ia tidak pernah membalas ejekan mereka dan tetap berdakwah. Bahkan, dakwahnya semakin menggugah hati dan akal. Dalam berdakwah kadang ia memberitahukan bahwa dia sebenarnya sedarah dengan mereka. Hal ini memiliki tujuan agar kaumnya mau menuju jalan kebenaran. Karena itulah ia diangkat menjadi rasul Allah yang diutus bagi kaumnya sendiri. Nabi Syu’aib yang saat itu memiliki beberapa pengikut, mulai mendapat ejekan kasar dari kaum lain. Bahkan ada yang menganggapnya sebagai penyihir dan pesulap ulung.

Balasan Allah 
Nabi Syu’aib mengerti bahwa kaumnya telah ditutup hatinya. Ia berdoa kepada Allah agar diturunkan azab pada kaum Madyan. Allah mengabulkan doa Syu’aib dan menimpakan azab melalui beberapa tahap. Kaum Madyan pada awalnya diberi siksa Allah melalui udara panas yang membakar kulit dan membuat dahaga. Saat itu, pohon dan bangunan tidak cukup untuk tempat berteduh mereka. Namun, Allah memberikan gumpalan awan gelap untuk kaum Madyan. Kaum Madyan pun menghampiri awan itu untuk berteduh sehingga mereka berdesak-desakan dibawah awan itu. Hingga semua penduduk terkumpul, Allah menurunkan petir dengan suaranya yang keras di atas mereka. Saat itu juga Allah menimpakan gempa bumi bagi mereka, menghancurkan kota dan kaum Madyan.

Candi Borobudur dari Kebudayaan yang Telah Musnah di Jaman Lalu
 
Mirip dengan keadaan jaman terdahulu, beberapa peradaban yang musnah dan masih di perlihatkan sisa-sisa, maka candi borobudur ini juga pernah ‘musnah’ hingga ditemukan kembali, mengutip wikipedia, Borobudur
 
Menurut bukti-bukti sejarah, Borobudur ditinggalkan pada abad ke-14 seiring melemahnya pengaruh kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa serta mulai masuknya pengaruh Islam. Dunia mulai menyadari keberadaan bangunan ini sejak ditemukan 1814 oleh Sir Thomas Stamford Raffles, yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal Inggris atas Jawa. Sejak saat itu Borobudur telah mengalami serangkaian upaya penyelamatan dan pemugaran. Proyek pemugaran terbesar digelar pada kurun 1975 hingga 1982 atas upaya Pemerintah Republik Indonesia dan UNESCO, kemudian situs bersejarah ini masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia.
Borobudur diterlantarkan
Meletusnya Gunung Merapi diduga sebagai penyebab utama diterlantarkannya Borobudur. Borobudur tersembunyi dan terlantar selama berabad-abad terkubur di bawah lapisan tanah dan debu vulkanik yang kemudian ditumbuhi pohon dan semak belukar sehingga Borobudur kala itu benar-benar menyerupai bukit. Alasan sesungguhnya penyebab Borobudur ditinggalkan hingga kini masih belum diketahui. Tidak diketahui secara pasti sejak kapan bangunan suci ini tidak lagi menjadi pusat ziarah umat Buddha. Pada kurun 928 dan 1006, Raja Mpu Sindok memindahkan ibu kota kerajaan Medang ke kawasan Jawa Timur setelah serangkaian letusan gunung berapi; tidak dapat dipastikan apakah faktor inilah yang menyebabkan Borobudur ditinggalkan, akan tetapi beberapa sumber menduga bahwa sangat mungkin Borobudur mulai ditinggalkan pada periode ini. Bangunan suci ini disebutkan secara samar-samar sekitar tahun 1365, oleh Mpu Prapanca dalam naskahnya Nagarakretagama yang ditulis pada masa kerajaan Majapahit. Ia menyebutkan adanya “Wihara di Budur”.


Penemuan kembali 
Setelah Perang Inggris-Belanda dalam memperebutkan pulau Jawa, Jawa dibawah pemerintahan Britania (Inggris) pada kurun 1811 hingga 1816. Thomas Stamford Raffles ditunjuk sebagai Gubernur Jenderal, dan ia memiliki minat istimewa terhadap sejarah Jawa. Ia mengumpulkan artefak-artefak antik kesenian Jawa kuno dan membuat catatan mengenai sejarah dan kebudayaan Jawa yang dikumpulkannya dari perjumpaannya dengan rakyat setempat dalam perjalanannya keliling Jawa. Pada kunjungan inspeksinya di Semarang tahun 1814, ia dikabari mengenai adanya sebuah monumen besar jauh di dalam hutan dekat desa Bumisegoro. Karena berhalangan dan tugasnya sebagai Gubernur Jenderal, ia tidak dapat pergi sendiri untuk mencari bangunan itu dan mengutus H.C. Cornelius, seorang insinyur Belanda, untuk menyelidiki keberadaan bangunan besar ini. Dalam dua bulan, Cornelius beserta 200 bawahannya menebang pepohonan dan semak belukar yang tumbuh di bukit Borobudur dan membersihkan lapisan tanah yang mengubur candi ini. Karena ancaman longsor, ia tidak dapat menggali dan membersihkan semua lorong. Ia melaporkan penemuannya kepada Raffles termasuk menyerahkan berbagai gambar sketsa candi Borobudur. Meskipun penemuan ini hanya menyebutkan beberapa kalimat, Raffles dianggap berjasa atas penemuan kembali monumen ini, serta menarik perhatian dunia atas keberadaan monumen yang pernah hilang ini.

Hartmann, seorang pejabat pemerintah Hindia Belanda di Keresidenan Kedu meneruskan kerja Cornelius dan pada 1835 akhirnya seluruh bagian bangunan telah tergali dan terlihat. Minatnya terhadap Borobudur lebih bersifat pribadi daripada tugas kerjanya. Hartmann tidak menulis laporan atas kegiatannya; secara khusus, beredar kabar bahwa ia telah menemukan arca buddha besar di stupa utama.Pada 1842, Hartmann menyelidiki stupa utama meskipun apa yang ia temukan tetap menjadi misteri karena bagian dalam stupa kosong.

Pemerintah Hindia Belanda menugaskan F.C. Wilsen, seorang insinyur pejabat Belanda bidang teknik, ia mempelajari monumen ini dan menggambar ratusan sketsa relief. J.F.G. Brumund juga ditunjuk untuk melakukan penelitian lebih terperinci atas monumen ini, yang dirampungkannya pada 1859. Pemerintah berencana menerbitkan artikel berdasarkan penelitian Brumund yang dilengkapi sketsa-sketsa karya Wilsen, tetapi Brumund menolak untuk bekerja sama. Pemerintah Hindia Belanda kemudian menugaskan ilmuwan lain, C. Leemans, yang mengkompilasi monografi berdasarkan sumber dari Brumund dan Wilsen. Pada 1873, monograf pertama dan penelitian lebih detil atas Borobudur diterbitkan, dilanjutkan edisi terjemahannya dalam bahasa Perancis setahun kemudian.

Berdasarkan sejarah, candi-candi Jawa Tengah ditinggalkan, mengutip wikipedia, Wangsa Sailendra

Wangsa Sailendra atau Syailendra (Śailendravamśa) adalah nama wangsa atau dinasti raja-raja yang berkuasa di Sriwijaya, pulau Sumatera; dan di Mdaŋ (Kerajaan Medang), Jawa Tengah sejak tahun 752. Sebagian besar raja-rajanya adalah penganut dan pelindung agama Buddha Mahayana. Meskipun peninggalan dan manifestasi wangsa ini kebanyakan terdapat di dataran Kedu, Jawa Tengah

Raja & Penduduk Mdaŋ membangun borobudur
 
Waktu pembangunannya diperkirakan berdasarkan perbandingan antara jenis aksara yang tertulis di kaki tertutup Karmawibhangga dengan jenis aksara yang lazim digunakan pada prasasti kerajaan abad ke-8 dan ke-9. Diperkirakan Borobudur dibangun sekitar tahun 800 masehi. Kurun waktu ini sesuai dengan kurun antara 760 dan 830 M, masa puncak kejayaan wangsa Syailendra di Jawa Tengah, yang kala itu dipengaruhi Kemaharajaan Sriwijaya. Pembangunan Borobudur diperkirakan menghabiskan waktu 75 – 100 tahun lebih dan benar-benar dirampungkan pada masa pemerintahan raja Samaratungga pada tahun 825.

Madyan = Mdaŋ ?
 
Entah mengapa kata ini mirip Madyan = Mdaŋ ?, kemudian penduduk madyan, Mereka menyembah berhala bernama al-Aykah, penduduk Madyan dan Aykah adalah kaum yang tinggal di pesisir Laut Merah di tenggara Gunung Sinai. Aykah ialah sebuah tempat yang berhutan di daerah Madyan, kemudian tempat itu dijadikan sesembahan oleh mereka, mereka menyembah sebidang tanah gurun yang ditumbuhi pepohonan. Dewa yang mereka sembah selain Aykah adalah Ba’al serta Asyera. Dikatakan bahwa Syuʿaib diutus oleh Allah kepada tiga kaum tersebut, yang kemudian dalam kisahnya mereka telah hancur karena bencana melalui do’a Syuʿaib.

Bagaimana dengan borobudur ? 
Pohon Bodhi  (Ficus religiosa L., suku ara-araan atau Moraceae) adalah pohon yang dikenal dalam agama Buddha sebagai tempat Sang Buddha Gautama bersemedi dan memperoleh pencerahan. 

Di bawah pohon ini Siddhartha Gautama, guru rohani yang kemudian dikenal sebagai “Gautama Buddha”, dikatakan bersemedi sampai menerima pencerahan (enlightenment), atau Bodhi. Dalam ikonografi agamawi, pohon Bodhi dikenali dari daunnya yang berbentuk hati, dan biasanya ditunjukkan dengan nyata. Pohon-pohon Bodhi biasanya ditanam di dekat setiap biara Buddha.Di Candi Borobudur terdapat pohon bodhi yang merupakan keturunan langsung dari pohon induk yang terdapat di Bodh Gaya, India, tempat Sang Buddha memperoleh pencerahan.

Era Kerajaan Medang = Madyan = Mdaŋ ?
 
Selama ini kerajaan Medang dianggap diperintah oleh dua wangsa yaitu Wangsa Sailendra yang beragama Buddha dan Wangsa Sanjaya yang beragama Hindu Siwa, pendapat ini pertama kali diperkenalkan oleh Bosch. Pada awal era Medang atau Mataram Kuno, wangsa Sailendra cukup dominan di Jawa Tengah. Menurut para ahli sejarah, wangsa Sanjaya awalnya berada di bawah pengaruh kekuasaan wangsa Sailendra. Mengenai persaingan kekuasaan tersebut tidak diketahui secara pasti, akan tetapi kedua-duanya sama-sama berkuasa di Jawa Tengah. Sementara Poerbatjaraka menolak anggapan Bosch mengenai adanya dua wangsa kembar berbeda agama yang saling bersaing ini. Menurutnya hanya ada satu wangsa dan satu kerajaan, yaitu wangsa Sailendra dan Kerajaan Medang. Sanjaya dan keturunannya adalah anggota Sailendra juga. Ditambah menurut Boechari, melalui penafsirannya atas Prasasti Sojomerto bahwa wangsa Sailendra pada mulanya memuja Siwa, sebelum Panangkaran beralih keyakinan menjadi penganut Buddha Mahayana.

Raja-raja yang berkuasa dari keluarga Sailendra tertera dalam prasasti Ligor, prasasti Nalanda maupun prasasti Klurak, sedangkan raja-raja dari keluarga Sanjaya tertera dalam prasasti Canggal dan prasasti Mantyasih. Berdasarkan candi-candi, peninggalan kerajaan Mataram Kuno dari abad ke-8 dan ke-9 yang bercorak Budha (Sailendra) umumnya terletak di Jawa Tengah bagian selatan, sedangkan yang bercorak Hindu (Sanjaya) umumnya terletak di Jawa Tengah bagian utara.

Berdasarkan penafsiran atas prasasti Canggal (732 M) Sanjaya memang mendirikan Shivalingga baru (Candi Gunung Wukir), artinya ia membangun dasar pusat pemerintahan baru. Hal ini karena raja Jawa pendahulunya, Raja Sanna wafat dan kerajaannya tercerai-berai diserang musuh. Saudari Sanna adalah Sannaha, ibunda Sanjaya, artinya Sanjaya masih kemenakan Sanna. Sanjaya mempersatukan bekas kerajaan Sanna, memindahkan ibu kota dan naik takhta membangun kraton baru di Mdang i Bhumi Mataram. Hal ini sesuai dengan adat dan kepercayaan Jawa bahwa kraton yang sudah pernah pralaya, diserang, kalah dan diduduki musuh, sudah buruk peruntungannya sehingga harus pindah mencari tempat lain untuk membangun kraton baru.

Pada masa pemerintahan raja Indra (782-812), puteranya, Samaratungga, dinikahkan dengan Dewi Tara, puteri Dharmasetu, Maharaja Sriwijaya. Prasasti yang ditemukan tidak jauh dari Candi Kalasan memberikan penjelasan bahwa candi tersebut dibangun untuk menghormati Tara sebagai Bodhisattva wanita. Pada tahun 790, Sailendra menyerang dan mengalahkan Chenla (Kamboja Selatan), kemudian sempat berkuasa di sana selama beberapa tahun.

Candi Borobudur selesai dibangun pada masa pemerintahan raja Samaratungga (812-833). Borobudur merupakan monumen Buddha terbesar di dunia, dan kini menjadi salah satu kebanggaan bangsa Indonesia. Dari hasil pernikahannya dengan Dewi Tara, Samaratungga memiliki putri bernama Pramodhawardhani dan putra bernama Balaputradewa. Balaputra kemudian memerintah di Sriwijaya, maka selain pernah berkuasa di Medang, wangsa Sailendra juga berkuasa di Sriwijaya.

Runtuhnya Wangsa Sailendra
Berapa sejarawan berusaha menjelaskan berakhirnya kekuasaan Sailendra di Jawa Tengah mengaitkannya dengan kepindahan Balaputradewa ke Sriwijaya (Sumatera). Selama ini sejarawan seperti Dr. Bosch dan Munoz menganut paham adanya dua wangsa kembar berbeda keyakinan yang saling bersaing; Sanjaya-Sailendra. Mereka beranggapan Sailendra yang penganut Buddha kalah bersaing dan terusir oleh wangsa Sanjaya yang Hindu aliran Siwa. Dimulai dengan adanya ketimpangan perekonomian serta perbedaan keyakinan antara Sailendra sang penguasa yang beragama Buddha dengan rakyat Jawa yang kebanyakan beragama Hindu Siwa, menjadi faktor terjadinya ketidakstabilan di Jawa Tengah Untuk memantapkan posisinya di Jawa Tengah, raja Samaratungga menikahkan putrinya Pramodhawardhani, dengan anak Garung, Rakai Pikatan yang waktu itu menjadi pangeran wangsa Sanjaya Sejak itu pengaruh Sanjaya yang bercorak Hindu mulai dominan di Mataram, menggantikan agama Buddha. Rakai Pikatan bahkan menyerang Balaputradewa, yang merupakan paman atau saudara Pramodhawardhani. Sejarah wangsa Sailendra berakhir pada tahun 850, yaitu ketika Balaputradewa melarikan diri ke Suwarnadwipa yang merupakan negeri asal ibunya. Setelah terusirnya wangsa Sailendra dari Jawa Tengah, Munoz beranggapan berakhir pula kekuasaan Sriwijaya atas Jawa selama satu abad. Munoz beranggapan bahwa orang-orang Jawa pengikut Balaputradewa merasa terancam dan akhirnya menyingkir, mengungsi ke Jawa Barat untuk mendirikan kerajaan Banten Girang. Hal ini berdasarkan temuan arca-arca bergaya Jawa Tengahan abad ke-10 di situs Gunung Pulasari, Banten Girang.

Sementara itu, sejarawan seperti Poerbatjaraka dan Boechari percaya bahwa hanya ada satu wangsa yaitu Sailendra, dan tidak pernah disebutkan Sanjayavamça dalam prasasti apapun. Sanjaya dan keturunannya dianggap masih masuk dalam wangsa Sailendra. Secara tradisional, selama ini kurun kekuasaan Sailendra dianggap berlangsung antara abad ke-8 hingga ke-9 Masehi, dan hanya terbatas di Jawa Tengah, tepatnya di Dataran Kedu, dari masa kekuasaan Panangkaran hingga Samaratungga. Hal ini sesuai dengan penafsiran Slamet Muljana yang menganggap Panangkaran sebagai Raja Sailendra pertama yang naik takhta. Akan tetapi penafsiran paling mutakhir berdasarkan temuan Prasasti Sojomerto serta kelanjutan Sailendra di Sriwijaya mengusulkan; bahwa masa kekuasaan wangsa Sailendra berlangsung jauh lebih lama. Dari pertengahan abad ke-7 (perkiraan dituliskannya Prasasti Sojomerto), hingga awal abad ke-11 masehi (jatuhnya wangsa Sailendra di Sriwijaya akibat serangan Cholamandala dari India). Dalam kurun waktu tertentu, wangsa Sailendra berkuasa baik di Jawa Tengah maupun di Sumatra. Persekutuan dan hubungan pernikahan keluarga kerajaan antara Sriwijaya dan Sailendra memungkinkan bergabungnya dua keluarga kerajaan, dengan wangsa Sailendra akhirnya berkuasa baik di Kerajaan Medang Mataram di Jawa Tengah sekaligus di Sriwijaya, Sumatera.
Pindah Ke Jawa Timur & Petilasan


Pada kurun 928 dan 1006, Raja Mpu Sindok memindahkan ibu kota kerajaan Medang ke kawasan Jawa Timur setelah serangkaian letusan gunung berapi;




tidak dapat dipastikan apakah faktor inilah yang menyebabkan Borobudur ditinggalkan, akan tetapi beberapa sumber menduga bahwa sangat mungkin Borobudur mulai ditinggalkan pada periode ini. Sementara itu, dinasti ketiga yang berkuasa di Medang adalah Wangsa Isana yang baru muncul pada ‘’periode Jawa Timur’’. Dinasti ini didirikan oleh Mpu Sindok yang membangun istana baru di Tamwlang sekitar tahun 929. Dalam prasasti-prasastinya, Mpu Sindok menyebut dengan tegas bahwa kerajaannya adalah kelanjutan dari Kadatwan Rahyangta i Medang i Bhumi Mataram.
 
Permusuhan dengan Sriwijaya
Selain menguasai Medang, Wangsa Sailendra juga menguasai Kerajaan Sriwijaya di pulau Sumatra. Hal ini ditandai dengan ditemukannya Prasasti Ligor tahun 775 yang menyebut nama Maharaja Wisnu dari Wangsa Sailendra sebagai penguasa Sriwijaya. Hubungan senasib antara Jawa dan Sumatra berubah menjadi permusuhan ketika Wangsa Sanjaya bangkit kembali memerintah Medang. Menurut teori de Casparis, sekitar tahun 850–an, Rakai Pikatan berhasil menyingkirkan seorang anggota Wangsa Sailendra bernama Balaputradewa putra Samaragrawira. Balaputradewa kemudian menjadi raja Sriwijaya di mana ia tetap menyimpan dendam terhadap Rakai Pikatan. Perselisihan antara kedua raja ini berkembang menjadi permusuhan turun-temurun pada generasi selanjutnya. Selain itu, Medang dan Sriwijaya juga bersaing untuk menguasai lalu lintas perdagangan di Asia Tenggara.

Rasa permusuhan Wangsa Sailendra terhadap Jawa terus berlanjut bahkan ketika Wangsa Isana berkuasa. Sewaktu Mpu Sindok memulai periode Jawa Timur, pasukan Sriwijaya datang menyerangnya. Pertempuran terjadi di daerah Anjukladang (sekarang Nganjuk, Jawa Timur) yang dimenangkan oleh pihak Mpu Sindok.

Peristiwa Mahapralaya 
Mahapralaya adalah peristiwa hancurnya istana Medang di Jawa Timur berdasarkan berita dalam prasasti Pucangan. Tahun terjadinya peristiwa tersebut tidak dapat dibaca dengan jelas sehingga muncul dua versi pendapat. Sebagian sejarawan menyebut Kerajaan Medang runtuh pada tahun 1006, sedangkan yang lainnya menyebut tahun 1016.

Raja terakhir Medang adalah Dharmawangsa Teguh, cicit Mpu Sindok. Kronik Cina dari Dinasti Song mencatat telah beberapa kali Dharmawangsa mengirim pasukan untuk menggempur ibu kota Sriwijaya sejak ia naik takhta tahun 991. Permusuhan antara Jawa dan Sumatra semakin memanas saat itu. Pada tahun 1006 (atau 1016) Dharmawangsa lengah. Ketika ia mengadakan pesta perkawinan putrinya, istana Medang di Wwatan diserbu oleh Aji Wurawari dari Lwaram yang diperkirakan sebagai sekutu Kerajaan Sriwijaya. Dalam peristiwa tersebut, Dharmawangsa tewas.

Tiga tahun kemudian, seorang pangeran berdarah campuran Jawa–Bali yang lolos dari Mahapralaya tampil membangun kerajaan baru sebagai kelanjutan Kerajaan Medang. Pangeran itu bernama Airlangga yang mengaku bahwa ibunya adalah keturunan Mpu Sindok. Kerajaan yang ia dirikan kemudian lazim disebut dengan nama Kerajaan Kahuripan.

Kerajaan Kahuripan & Borobudur
Kahuripan adalah nama yang lazim dipakai untuk sebuah kerajaan di Jawa Timur yang didirikan oleh Airlangga pada tahun 1009. Kerajaan ini dibangun sebagai kelanjutan Kerajaan Medang yang runtuh tahun 1006.
 
Runtuhnya Kerajaan Medang
Raja Kerajaan Medang yang terakhir bernama Dharmawangsa Teguh, saingan berat Kerajaan Sriwijaya. Pada tahun 1006 Raja Wurawari dari Lwaram (sekutu Sriwijaya) menyerang Watan, ibu kota Kerajaan Medang, yang tengah mengadakan pesta perkawinan. Dharmawangsa Teguh tewas, sedangkan keponakannya yang bernama Airlangga lolos dalam serangan itu. Airlangga adalah putera pasangan Mahendradatta (saudari Dharmawangsa Teguh) dan Udayana raja Bali. Ia lolos ditemani pembantunya yang bernama Narotama. Sejak saat itu Airlangga menjalani kehidupan sebagai pertapa di hutan pegunungan (wonogiri).

Airlangga Mendirikan Kerajaan
Pada tahun 1009, datang para utusan rakyat meminta agar Airlangga membangun kembali Kerajaan Medang. Karena kota Watan sudah hancur, maka, Airlangga pun membangun ibu kota baru bernama Watan Mas di dekat Gunung Penanggungan. Pada mulanya wilayah kerajaan yang diperintah Airlangga hanya meliputi daerah Gunung Penanggungan dan sekitarnya, karena banyak daerah-daerah bawahan Kerajaan Medang yang membebaskan diri. Baru setelah Kerajaan Sriwijaya dikalahkan Rajendra Coladewa raja Colamandala dari India tahun 1023. Airlangga merasa leluasa membangun kembali kejayaan Wangsa Isyana.

Peperangan demi peperangan dijalani Airlangga. Satu demi satu kerajaan-kerajaan di Jawa Timur dapat ditaklukkannya. Namun pada tahun 1032 Airlangga kehilangan kota Watan Mas karena diserang oleh raja wanita yang kuat bagai raksasa. Airlangga kemudian membangun ibu kota baru bernama Kahuripan di daerah Sidoarjo sekarang. Musuh wanita dapat dikalahkan, bahkan kemudian Raja Wurawari pun dapat dihancurkan pula. Saat itu wilayah kerajaan mencakup hampir seluruh Jawa Timur.

Sidoarjo Terdapat Petilasan Borobudur 
Entah mengapa sejarah meninggalkan jejak, ketika Airlangga membangun kerajaan, maka daerah sidoarjo terdapat daerah yang disebut kecamatan Candi & Buduran, kata Budur yang dalam Sansekerta berarti Biara. Kata Budur yang berarti biara ini bisa kita lihat dari kata Borobudur yang berarti biara yang tinggi (Boro: tinggi, Budur: Biara). Bila kata Budur ber-lingua franca dengan biara, maka Buduran berarti sebuah komplek berkumpulnya satu atau lebih biara. Dengan kata lain Kecamatan Buduran di masa Jenggala adalah pemukiman bagi pemuka-pemuka agama.

Saat ini sidoarjo menjadi pusat perhatian dunia baca Misteri Lumpur Lapindo  yang memunculkan ‘gunung’ lumpur yang memunculkan simbol 99 sebagai isyarat sejarah akan berulang lagi,



ledakan_lumpur_lapindo_22_11_2006_membentuk_99 

Sebuah peristiwa dari candi borobudur yang bernilai 22 dan 44 hingga akhirnya menjadi 22+44=66 yang pernah terjadi, sebagai simbol kehancuran manakala terjadi hal yang kembar, candi borobudur telah tersaksikan hingga kini. Dari lumpur lapindo terus menerus terjadi, hingga simbol kembar kembali muncul dalam deretan rentang kembar perhatikan gambar ini, 



ajaib_meteor_jatuh_dan_ledakan_lumpur_lapindo_2277 



meteor_jatuh_gempa_piliphina_kelud_meletus_MH370_MH17_rentetan_pesawat_jatuh 


Simbol 66 adalah Memori Kelam Pada Gempa Padang 30-Sept-2009
Simbol demi simbol yang muncul pada tulisan CANDI BOROBUDUR yang memuat 22 dan 44 adalah sebuah perulangan ketika 22+44=66 yang pernah terjadi, perhatikan ketika terjadi Gempa Padang muncul simbol 66

gempa_padang_membentuk_66 

Rentang waktu kembar juga termuat sebelum Gempa Padang

gempa_cina_12_5_2008_tsunami_jakarta_27_3_2009_gempa_padang_30_9_2009

Simbol 66 adalah Memori Kelam Pada Letusan Merapi 26-oktober-2010
 
Setelah gempa padang 30-nov-2009, maka muncul simbol 66 yang mencuat pada letusan dahsyat 26-oktober-2010.



marijan_dan_kode_66 

Perhatikan sebelum beliau ikut menjadi korban tgl 26-oktober-2010, dari nama beliau adalah 66, maka 66 hari sebelum tgl 26-oktober-2010, yogyakarta dilanda gempa bumi, hingga pecahkan umpak kraton,

Tanda 66 hari sebelum Mbah Marijan Meninggal di tgl 26, Yogyakarta Diguncang Gempa Bumi 21 – Agustus 2010 

Jauh hari sebelum kematian beliau, maka di keraton itulah tanda awal kematian mbah marijan lewat sebuah gempa bumi yang terjadi tgl 21-agustus-2010 lalu (baca Gempa Yogya, Mengapa Tepat 21–Agustus-2010 ?).Tersebutlah di dalam gempa itu cukup keras walau tidak ada korban jiwa, namun di keraton yogyakarta itulah sebuah makna terjadi, Akibat Gempa Yogya, Umpak Keraton Pecah, Sebuah Pertanda.

Itulah gempa yogya yang terjadi tgl 21-agustus-2010 lalu, hingga mbah marijan meninggal tercatatlah tgl meninggalnya beliau adalah tgl 26-oktober-2010 sebagai tgl letusan g. merapi,  GKR Hemas Tengok Jasad Mbah Maridjan

merapi_meletus_dan_gempa_yogya

Gempa Yogya 21-Agustus-2010 Sebagai Peringatan Bencana Besar Setelah kejadian aneh aneh yang dikirimkanNya untuk menarik perhatian manausia dan sebagai bagian dari intropeksi akan dirinya, Gempa Yogya terjadi 21 Agustus 2010 yang dituliskan sebagai Gempa Yogya, Bagian Dari Rentetan Kegelapan yang kemudian terbukti dengan kegelapan terjadi di bulan oktober 2010.


peringatan_sebelum_gunung_sinabung_meletus_pertama_kali_29_8_2010 

Selengkapnya baca, Misteri Keanehan Gunung Merapi

awan_panas_merapi_14_6_2006_mbah_marijan_selamat 

Gunung merapi, mengutip wikipedia, Gunung Merapi (ketinggian puncak 2.968 m dpl, per 2006) adalah gunung berapi di bagian tengah Pulau Jawa dan merupakan salah satu gunung api teraktif di Indonesia. Lereng sisi selatan berada dalam administrasi Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sisanya berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Magelang di sisi barat, Kabupaten Boyolali di sisi utara dan timur, serta Kabupaten Klaten di sisi tenggara. Kawasan hutan di sekitar puncaknya menjadi kawasan Taman Nasional Gunung Merapi sejak tahun 2004.

merapi_meletus_14_juni_2006_dan_tanda_kiamat_55 

Gunung ini sangat berbahaya karena menurut catatan modern mengalami erupsi (puncak keaktifan) setiap dua sampai lima tahun sekali dan dikelilingi oleh pemukiman yang sangat padat.  Kota Magelang dan Kota Yogyakarta adalah kota besar terdekat, berjarak di bawah 30 km dari puncaknya. Di lerengnya masih terdapat pemukiman sampai ketinggian 1700 m dan hanya berjarak empat kilometer dari puncak.

Miniatur ‘Kiamat’ Letusan Merapi Terjadi pada 26-oktober-2010

ANEH .... AWAN PANAS MERAPI 26-OKTOBER-2010 SENGAJA MENGINCAR MBAH MARIJAN 

Pada tahun 2006 muncul kode penghancuran yang menuju pada titik utama, sebuah hitungan untuk memori bagi yang memiliki pemikiran

merapi_meletus_26_oktober_2010_sebagai_tanda_KekuasaanNya 

Firman Allah swt, pada surat Al-Hijr (satu-satunya surah dengan jumlah ayat 99) di ayat 99 menyatakan “dan  sembahlah  Tuhanmu  sampai  datang  kepadamu  yang diyakini .” (QS 15:99)

Gempa Dahsyat Nepal 25-4-2015 Sebagai Memori 99
 
Sebagai renungan yang tajam akan borobudur ini, maka 25-4-2015 terjadi gempa dahsyat, baca Ajaib, Gempa Dahsyat Nepal 25-4-2015 Tercatat di Al-quran Gempa ini merupakan sebuah jejak gempa terakhir yang merusak terjadi tgl 22-11-2014 (baca Misteri Dua Gempa Aneh di Jepang & Cina)

gempa_cina_22_11_2014_ 

Dan Gempa Jepang

gempa_jepang_22_11_2014 

Apakah maksud misteri dua gempa yang serempak terjadi tgl kembar 22-11-2014 ? sehingga muncul gempa hebat di nepal 25-4-2015 ? perhatikan gambar dibawah ini:


gempa_nepal_25_4_2015_154_hari_gempa_jepang_cina_22_11_2014 

Sebuah rentang waktu 154 hari dari gempa ditanggal kembar 22-11-2014 (Misteri Dua Gempa Aneh di Jepang & Cina), hingga sebuah 154 adalah 99+55 hari diantara gempa hebat diatas. Sebuah 154 yang merupakan suatu kensicayaan dalam surah alquran surah 15 ayat ke 4 yang berisi sebuah peristiwa besar, 


Dan  Kami tiada membinasakan sesuatu negeripun, melainkan ada baginya ketentuan masa yang telah ditetapkan. (QS 15 ayat 4)Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang Aku merahasiakan  agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan. (QS 20:15)

Rentang waktu 99+55 merupakan rentang yang berulang-ulang terjadi seperti yang tertuliskan di bawah ini (baca Gempa Dahsyat Nepal 25-4-2015, Telah Diperingatkan Sebelumnya), 



simbol_99_pada_gempa_nepal_25_4_2015

Memori simbol 99 muncul pula di Indonesia, saat terjadi Tsunami pangandaran, mirip dengan CANDI BOROBUDUR 

kode_aneh_tsunami_pangandaran_99_77



Fakta-Fakta Candi Borobudur



candi_borobudur_22_44

Mengutip media online, 4 Fakta Unik Candi Borobudur
 
Misteri Nama Borobudur Gubernur Jenderal Britania Raya, Thomas Stamford Raffles yang berjasa mengarahkan perhatian dunia pada susunan batu bergambar yang tersebar di daerah Kedu — lokasi Borobudur menurut legenda Jawa. Hingga batu-batu yang sebagian besar telah terkubur di bawah gundukan tanah dan ditumbuhi semak belukar itu kemudian digali pada 1814.
Dia lantas menuliskan laporan temuannya itu lewat buku The History of Java pada 1817. Dan lewat buku itu pula nama Borobudur pertama kali dituliskan. Tak banyak yang diketahui tentang asal-usul nama tersebut. Hingga kini pun masih misterius. Namun situs Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencatat, pada zaman dahulu di sekitar Candi Borobudur tumbuh subur pohon budur. Budur diartikan sebagai pohon bodhi atau pohon kehidupan.
Di samping itu, Raffles juga disebut memiliki 3 versi arti dari nama Borobudur. Yakni, budur yang kuno (Boro= kuno, budur= nama tempat), lalu Sang Buddha yang agung (Boro= agung, budur= Buddha), dan Buddha yang banyak (Boro= banyak, budur= Buddha) Sementara ahli Jawa Kuno, Poerbatjaraka disebutkan memiliki pendapat lain tentang arti nama Borobudur. Menurut dia, Borobudur berasal dari kata biara (tempat suci atau kuil) dan bidur yang berarti tempat tinggi. Kedua kata itu bermakna kuil di tempat yang tinggi. Atau biara di Budur (Budur=nama tempat/desa).

Disebut dalam Kitab Nagarakertagama 
Nama Borobudur juga disebut dalam kitab Negarakertagama karya Empu Prapanca 1365 Masehi. Dalam kitab itu diceritakan tentang adanya bangunan suci agama Buddha dari aliran Wajradhara yang disebut sebagai budur.
Laman Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud menyebutkan, sampai saat ini kata budur hanya dipakai oleh masyarakat pedesaan yang bertempat tinggal di wilayah Borobudur.  Karena itu kata budur yang disebut dalam kitab Negarakertagama diperkirakan adalah Candi Borobudur. Nagarakertagama bercerita tentang kehidupan pada zaman Kerajaan Majapahit. Kitab yang ditulis di atas pelepah lontar itu sendiri kini telah diakui oleh Badan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB atau UNESCO sebagai warisan dokumenter ingatan dunia (Memory of the World).

Mengapa Ditinggalkan? 
Hingga saat ini belum ada yang bisa menjawab alasan mengapa Borobudur ditinggalkan hingga akhirnya terkubur dalam tanah sebelum ditemukan kembali oleh Raffles. Sebagian menduga, candi tersebut ditinggalkan karena bencana letusan Gunung Merapi. 
Borobudur memang terletak di lokasi istimewa. Diapit 2 pasang gunung, Gunung Merapi dan Merbabu di sebelah Timur serta Gunung Sindoro dan Sumbing di sebelah Utara. Juga Pegunungan Menoreh di sebelah selatan. Selain itu Borobudur juga terletak di antara 2 sungai, Progo dan Elo. Pun begitu dengan asal batu-batu besar penyusun Borobudur yang masih misterius. Tak diketahui pasti dari mana batu tersebut didapatkan

Danau Purba 
Seniman dan pakar arsitektur Hindu Buddha, W.O.J. Nieuwenkamp mengajukan teori kontroversial pada 1931. Dia menyebut, daratan Kedu dulunya adalah sebuah danau purba. Menurut dia, Borobudur merupakan perlambang bunga teratai yang mengapung di atas permukaan danau. Saat itu, hipotesa ini menjadi perdebatan hangat di kalangan para ilmuwan.
Sementara Van Bemmelen dalam bukunya The Geology of Indonesia menyebutkan, batu-batuan hasil letusan besar pada 1006 telah menutupi danau di Borobudur hingga menjadi kering. Material vulkanik itu pula yang diduga menutupi candi tersebut hingga dilupakan sebelum ditemukan kembali.
BeSmart

-Semoga Bermanfaat-


Tidak ada komentar:

Posting Komentar