DR - Pasti semua orang indonesia, bahkan dunia akan mengenal candi
borobudur sebagai warisan budaya, dibalik kemegahan bangunan candi
borobudur, maka sebuah memori akan borobudur senantiasa menyertai.
Jika anda dan keluarga mengunjungi candi borobudur, maka jangan lupakan hal ini yaitu BOROBUDUR & MAGELANG,
seperti di gambar bawah ini
Makna 176 pada Candi Borobudur adalah pecahan dari 99 dan 77, mengacu pada sebuah 99
yang hanya di miliki oleh sebuah surah di al-quran yakni, Perhatikan Surat Al-Hijr, mengutip wikipedia, Surah Al-Hijr
Surah Al-Hijr (bahasa Arab:الحجر, al-Hijr, “Al-Hijr”) adalah surah ke-15 dalam al-Qur’an. Surah ini terdiri atas 99 ayat dan termasuk golongan surah-surah Makkiyah. Al-Hijr adalah nama sebuah daerah pegunungan yang didiami oleh kaum Tsamud pada zaman dahulu yang terletak di pinggir jalan antara Madinah dan Syam (Syria). Nama surah ini diambil dari nama daerah pegunungan itu, berhubung nasib penduduknya yaitu kaum Tsamud diceritakan pada ayat 80 sampai dengan 84, mereka telah dimusnahkan Allah, karena mendustakan Nabi Shaleh dan berpaling dari ayat-ayat Allah. Dalam surah ini terdapat juga kisah-kisah kaum yang lain yang telah dibinasakan oleh Allah seperti kaum Luth dan kaum Syu’aib . Surah ini juga mengandung pesan bahwa orang-orang yang menentang ajaran rasul-rasul akan mengalami kehancuran.
Bandingkan dengan Borobudur, mengutip wikipedia, Borobudur
Borobudur terletak di atas bukit pada dataran yang dikeliling dua pasang gunung kembar; Gunung Sundoro-Sumbing di sebelah barat laut dan Merbabu-Merapi di sebelah timur laut, di sebelah utaranya terdapat bukit Tidar, lebih dekat di sebelah selatan terdapat jajaran perbukitan Menoreh,
Sebuah surah Al-qur’an al-hijir ayat 77
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang beriman. (QS 15 ayat 77),
Berkaca pada ayat sebelumnya
76. Dan sungguh, negeri itu * benar-benar terletak di jalan yang masih tetap (dilalui manusia)**
*Yang dimaksud negeri di sini adalah kota Sadom yang terletak dekat pantai laut Tengah, ** Yakni dilalui orang-orang Quraisy ketika pergi menuju Syam yang belum hilang bekas-bekasnya. Oleh karena itu, mengapa mereka tidak mengambil pelajaran.
77. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat pelajaran bagi orang yang beriman
Hal yang mirip ketika candi borobudur yang sampai saat ini masih ada
membentuk 99 dan 77 sebagai hal yang mengingatkan akan kebesaran &
kebenaran Allah swt, perhatikan gambar berikut ini
Sebuah
kisah terdahulu yang terungkap pada Candi Borobudur yang selalu
disebut-sebut oleh banyak orang, sebagai kode kembar yang aneh, sesuai
gambar diatas, adalah CANDI=22 dan BOROBUDUR=44.
Dan penduduk Madyan. Dan Musa (juga) telah didustakan*, namun Aku beri tenggang waktu kepada orang-orang kafir**, kemudian Aku siksa mereka, maka betapa hebatnya siksaan Ku ***(QS 22 ayat 44)
* Oleh orang-orang Qibthi (Mesir). ** Sehingga mereka semakin melampaui batas, dan semakin bertambah kekafiran dan keburukannya.*** Dapat pula diartikan, “Maka betapa hebatnya pengingkaran-Ku terhadap kekafiran dan pendustaan mereka dengan membinasakan mereka.” Di antara mereka ada yang ditimpa hujan batu kerikil, ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, ada yang dibenamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang ditenggelamkan. Allah sekali-kali tidaklah menzalimi mereka, akan tetapi merekalah yang menzalimi diri mereka sendiri. Oleh karena itu, mereka yang mendustakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hendaknya mengambil pelajaran dari azab yang menimpa generasi sebelum mereka
Mengutip wikipedia, penduduk Madyan, Syu’aib
Syu’aib (bahasa Arab: شعيب; Shuʕayb, Shuʕaib, Shuaib)
(sekitar 1600 SM – 1500 SM) adalah seorang nabi yang diutus kepada kaum
Madyan dan Aikah menurut tradisi Islam. Ia diangkat menjadi nabi pada
tahun 1550 SM. Namanya disebutkan sebanyak 11 kali di dalam Al-Qur’an dan ia wafat di Madyan.
Syu’aib secara harafiah artinya “Yang Menunjukkan Jalan Kebenaran”.
Karena menurut kisah Islam, Syu’aib telah berusaha untuk menujukkan
jalan yang lurus kepada umatnya yaitu penduduk Madyan dan Aykah.
Kaum MadyanUmat muslim meyakini bahwa Syu’aib ditetapkan oleh Allah untuk
menjadi seorang nabi yang tinggal di timur Gunung Sinai kepada kaum
Madyan dan Aykah. Yaitu kaum yang tinggal di pesisir Laut Merah di
tenggara Gunung Sinai. Masyarakat tersebut disebut karena terkenal
perbuatan buruknya yang tidak jujur dalam timbangan dan ukuran juga
dikenal sebagai kaum kafir yang tidak mengenal Tuhan. Mereka menyembah berhala bernama al-Aykah, yaitu sebidang tanah gurun yang ditumbuhi pepohonan atau pepohonan yang lebat. Syu’aib memperingatkan perbuatan mereka yang jauh dari ajaran agama,
namun kaumnya tidak menghiraukannya. Syu’aib menceritakan pada kaumnya
kisah-kisah utusan-utusan Allah terdahulu yaitu kaum Nuh, Hud, Shaleh,
dan Luth yang paling dekat dengan Madyan yang telah dibinasakan Allah
karena enggan mengikuti ajaran nabi. Namun, mereka tetap enggan,
akhirnya Allah menghancurkan kaum Madyan dengan bencana melalui doa
Syu’aib.
Ketika berdakwah bagi kaum Madyan, Nabi Syu’aib menerima ejekan masyarakat yang tidak mau menerima ajarannya karena mereka enggan meninggalkan sesembahan yang diwariskan dari nenek moyang kepada mereka. Namun, Syu’aib tetap sabar dan lapang dada menerima cobaan tersebut. Ia tidak pernah membalas ejekan mereka dan tetap berdakwah. Bahkan, dakwahnya semakin menggugah hati dan akal. Dalam berdakwah kadang ia memberitahukan bahwa dia sebenarnya sedarah dengan mereka. Hal ini memiliki tujuan agar kaumnya mau menuju jalan kebenaran. Karena itulah ia diangkat menjadi rasul Allah yang diutus bagi kaumnya sendiri. Nabi Syu’aib yang saat itu memiliki beberapa pengikut, mulai mendapat ejekan kasar dari kaum lain. Bahkan ada yang menganggapnya sebagai penyihir dan pesulap ulung.
Balasan Allah
Nabi Syu’aib mengerti bahwa kaumnya telah ditutup hatinya. Ia berdoa kepada Allah agar diturunkan azab pada kaum Madyan. Allah mengabulkan doa Syu’aib dan menimpakan azab melalui beberapa tahap. Kaum Madyan pada awalnya diberi siksa Allah melalui udara panas yang membakar kulit dan membuat dahaga. Saat itu, pohon dan bangunan tidak cukup untuk tempat berteduh mereka. Namun, Allah memberikan gumpalan awan gelap untuk kaum Madyan. Kaum Madyan pun menghampiri awan itu untuk berteduh sehingga mereka berdesak-desakan dibawah awan itu. Hingga semua penduduk terkumpul, Allah menurunkan petir dengan suaranya yang keras di atas mereka. Saat itu juga Allah menimpakan gempa bumi bagi mereka, menghancurkan kota dan kaum Madyan.
Dakwah
Ketika berdakwah bagi kaum Madyan, Nabi Syu’aib menerima ejekan masyarakat yang tidak mau menerima ajarannya karena mereka enggan meninggalkan sesembahan yang diwariskan dari nenek moyang kepada mereka. Namun, Syu’aib tetap sabar dan lapang dada menerima cobaan tersebut. Ia tidak pernah membalas ejekan mereka dan tetap berdakwah. Bahkan, dakwahnya semakin menggugah hati dan akal. Dalam berdakwah kadang ia memberitahukan bahwa dia sebenarnya sedarah dengan mereka. Hal ini memiliki tujuan agar kaumnya mau menuju jalan kebenaran. Karena itulah ia diangkat menjadi rasul Allah yang diutus bagi kaumnya sendiri. Nabi Syu’aib yang saat itu memiliki beberapa pengikut, mulai mendapat ejekan kasar dari kaum lain. Bahkan ada yang menganggapnya sebagai penyihir dan pesulap ulung.
Balasan Allah
Nabi Syu’aib mengerti bahwa kaumnya telah ditutup hatinya. Ia berdoa kepada Allah agar diturunkan azab pada kaum Madyan. Allah mengabulkan doa Syu’aib dan menimpakan azab melalui beberapa tahap. Kaum Madyan pada awalnya diberi siksa Allah melalui udara panas yang membakar kulit dan membuat dahaga. Saat itu, pohon dan bangunan tidak cukup untuk tempat berteduh mereka. Namun, Allah memberikan gumpalan awan gelap untuk kaum Madyan. Kaum Madyan pun menghampiri awan itu untuk berteduh sehingga mereka berdesak-desakan dibawah awan itu. Hingga semua penduduk terkumpul, Allah menurunkan petir dengan suaranya yang keras di atas mereka. Saat itu juga Allah menimpakan gempa bumi bagi mereka, menghancurkan kota dan kaum Madyan.
Candi Borobudur dari Kebudayaan yang Telah Musnah di Jaman Lalu
Mirip dengan keadaan jaman terdahulu, beberapa peradaban yang musnah dan masih di perlihatkan sisa-sisa, maka candi borobudur ini juga pernah ‘musnah’ hingga ditemukan kembali, mengutip wikipedia, Borobudur
Menurut bukti-bukti sejarah, Borobudur ditinggalkan pada
abad ke-14 seiring melemahnya pengaruh kerajaan Hindu dan Buddha di Jawa
serta mulai masuknya pengaruh Islam. Dunia mulai menyadari keberadaan
bangunan ini sejak ditemukan 1814 oleh Sir Thomas Stamford Raffles, yang
saat itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal Inggris atas Jawa. Sejak
saat itu Borobudur telah mengalami serangkaian upaya penyelamatan dan
pemugaran. Proyek pemugaran terbesar digelar pada kurun 1975 hingga 1982
atas upaya Pemerintah Republik Indonesia dan UNESCO, kemudian situs
bersejarah ini masuk dalam daftar Situs Warisan Dunia.
Meletusnya Gunung Merapi diduga sebagai penyebab utama diterlantarkannya Borobudur. Borobudur tersembunyi dan terlantar selama berabad-abad terkubur di bawah lapisan tanah dan debu vulkanik yang kemudian ditumbuhi pohon dan semak belukar sehingga Borobudur kala itu benar-benar menyerupai bukit. Alasan sesungguhnya penyebab Borobudur ditinggalkan hingga kini masih belum diketahui. Tidak diketahui secara pasti sejak kapan bangunan suci ini tidak lagi menjadi pusat ziarah umat Buddha. Pada kurun 928 dan 1006, Raja Mpu Sindok memindahkan ibu kota kerajaan Medang ke kawasan Jawa Timur setelah serangkaian letusan gunung berapi; tidak dapat dipastikan apakah faktor inilah yang menyebabkan Borobudur ditinggalkan, akan tetapi beberapa sumber menduga bahwa sangat mungkin Borobudur mulai ditinggalkan pada periode ini. Bangunan suci ini disebutkan secara samar-samar sekitar tahun 1365, oleh Mpu Prapanca dalam naskahnya Nagarakretagama yang ditulis pada masa kerajaan Majapahit. Ia menyebutkan adanya “Wihara di Budur”.
Penemuan kembali
Setelah Perang Inggris-Belanda dalam memperebutkan pulau Jawa, Jawa dibawah pemerintahan Britania (Inggris) pada kurun 1811 hingga 1816. Thomas Stamford Raffles ditunjuk sebagai Gubernur Jenderal, dan ia memiliki minat istimewa terhadap sejarah Jawa. Ia mengumpulkan artefak-artefak antik kesenian Jawa kuno dan membuat catatan mengenai sejarah dan kebudayaan Jawa yang dikumpulkannya dari perjumpaannya dengan rakyat setempat dalam perjalanannya keliling Jawa. Pada kunjungan inspeksinya di Semarang tahun 1814, ia dikabari mengenai adanya sebuah monumen besar jauh di dalam hutan dekat desa Bumisegoro. Karena berhalangan dan tugasnya sebagai Gubernur Jenderal, ia tidak dapat pergi sendiri untuk mencari bangunan itu dan mengutus H.C. Cornelius, seorang insinyur Belanda, untuk menyelidiki keberadaan bangunan besar ini. Dalam dua bulan, Cornelius beserta 200 bawahannya menebang pepohonan dan semak belukar yang tumbuh di bukit Borobudur dan membersihkan lapisan tanah yang mengubur candi ini. Karena ancaman longsor, ia tidak dapat menggali dan membersihkan semua lorong. Ia melaporkan penemuannya kepada Raffles termasuk menyerahkan berbagai gambar sketsa candi Borobudur. Meskipun penemuan ini hanya menyebutkan beberapa kalimat, Raffles dianggap berjasa atas penemuan kembali monumen ini, serta menarik perhatian dunia atas keberadaan monumen yang pernah hilang ini.
Hartmann, seorang pejabat pemerintah Hindia Belanda di Keresidenan Kedu meneruskan kerja Cornelius dan pada 1835 akhirnya seluruh bagian bangunan telah tergali dan terlihat. Minatnya terhadap Borobudur lebih bersifat pribadi daripada tugas kerjanya. Hartmann tidak menulis laporan atas kegiatannya; secara khusus, beredar kabar bahwa ia telah menemukan arca buddha besar di stupa utama.Pada 1842, Hartmann menyelidiki stupa utama meskipun apa yang ia temukan tetap menjadi misteri karena bagian dalam stupa kosong.
Pemerintah Hindia Belanda menugaskan F.C. Wilsen, seorang insinyur pejabat Belanda bidang teknik, ia mempelajari monumen ini dan menggambar ratusan sketsa relief. J.F.G. Brumund juga ditunjuk untuk melakukan penelitian lebih terperinci atas monumen ini, yang dirampungkannya pada 1859. Pemerintah berencana menerbitkan artikel berdasarkan penelitian Brumund yang dilengkapi sketsa-sketsa karya Wilsen, tetapi Brumund menolak untuk bekerja sama. Pemerintah Hindia Belanda kemudian menugaskan ilmuwan lain, C. Leemans, yang mengkompilasi monografi berdasarkan sumber dari Brumund dan Wilsen. Pada 1873, monograf pertama dan penelitian lebih detil atas Borobudur diterbitkan, dilanjutkan edisi terjemahannya dalam bahasa Perancis setahun kemudian.
Borobudur diterlantarkan
Meletusnya Gunung Merapi diduga sebagai penyebab utama diterlantarkannya Borobudur. Borobudur tersembunyi dan terlantar selama berabad-abad terkubur di bawah lapisan tanah dan debu vulkanik yang kemudian ditumbuhi pohon dan semak belukar sehingga Borobudur kala itu benar-benar menyerupai bukit. Alasan sesungguhnya penyebab Borobudur ditinggalkan hingga kini masih belum diketahui. Tidak diketahui secara pasti sejak kapan bangunan suci ini tidak lagi menjadi pusat ziarah umat Buddha. Pada kurun 928 dan 1006, Raja Mpu Sindok memindahkan ibu kota kerajaan Medang ke kawasan Jawa Timur setelah serangkaian letusan gunung berapi; tidak dapat dipastikan apakah faktor inilah yang menyebabkan Borobudur ditinggalkan, akan tetapi beberapa sumber menduga bahwa sangat mungkin Borobudur mulai ditinggalkan pada periode ini. Bangunan suci ini disebutkan secara samar-samar sekitar tahun 1365, oleh Mpu Prapanca dalam naskahnya Nagarakretagama yang ditulis pada masa kerajaan Majapahit. Ia menyebutkan adanya “Wihara di Budur”.
Penemuan kembali
Setelah Perang Inggris-Belanda dalam memperebutkan pulau Jawa, Jawa dibawah pemerintahan Britania (Inggris) pada kurun 1811 hingga 1816. Thomas Stamford Raffles ditunjuk sebagai Gubernur Jenderal, dan ia memiliki minat istimewa terhadap sejarah Jawa. Ia mengumpulkan artefak-artefak antik kesenian Jawa kuno dan membuat catatan mengenai sejarah dan kebudayaan Jawa yang dikumpulkannya dari perjumpaannya dengan rakyat setempat dalam perjalanannya keliling Jawa. Pada kunjungan inspeksinya di Semarang tahun 1814, ia dikabari mengenai adanya sebuah monumen besar jauh di dalam hutan dekat desa Bumisegoro. Karena berhalangan dan tugasnya sebagai Gubernur Jenderal, ia tidak dapat pergi sendiri untuk mencari bangunan itu dan mengutus H.C. Cornelius, seorang insinyur Belanda, untuk menyelidiki keberadaan bangunan besar ini. Dalam dua bulan, Cornelius beserta 200 bawahannya menebang pepohonan dan semak belukar yang tumbuh di bukit Borobudur dan membersihkan lapisan tanah yang mengubur candi ini. Karena ancaman longsor, ia tidak dapat menggali dan membersihkan semua lorong. Ia melaporkan penemuannya kepada Raffles termasuk menyerahkan berbagai gambar sketsa candi Borobudur. Meskipun penemuan ini hanya menyebutkan beberapa kalimat, Raffles dianggap berjasa atas penemuan kembali monumen ini, serta menarik perhatian dunia atas keberadaan monumen yang pernah hilang ini.
Hartmann, seorang pejabat pemerintah Hindia Belanda di Keresidenan Kedu meneruskan kerja Cornelius dan pada 1835 akhirnya seluruh bagian bangunan telah tergali dan terlihat. Minatnya terhadap Borobudur lebih bersifat pribadi daripada tugas kerjanya. Hartmann tidak menulis laporan atas kegiatannya; secara khusus, beredar kabar bahwa ia telah menemukan arca buddha besar di stupa utama.Pada 1842, Hartmann menyelidiki stupa utama meskipun apa yang ia temukan tetap menjadi misteri karena bagian dalam stupa kosong.
Pemerintah Hindia Belanda menugaskan F.C. Wilsen, seorang insinyur pejabat Belanda bidang teknik, ia mempelajari monumen ini dan menggambar ratusan sketsa relief. J.F.G. Brumund juga ditunjuk untuk melakukan penelitian lebih terperinci atas monumen ini, yang dirampungkannya pada 1859. Pemerintah berencana menerbitkan artikel berdasarkan penelitian Brumund yang dilengkapi sketsa-sketsa karya Wilsen, tetapi Brumund menolak untuk bekerja sama. Pemerintah Hindia Belanda kemudian menugaskan ilmuwan lain, C. Leemans, yang mengkompilasi monografi berdasarkan sumber dari Brumund dan Wilsen. Pada 1873, monograf pertama dan penelitian lebih detil atas Borobudur diterbitkan, dilanjutkan edisi terjemahannya dalam bahasa Perancis setahun kemudian.
Berdasarkan sejarah, candi-candi Jawa Tengah ditinggalkan, mengutip wikipedia, Wangsa Sailendra
Wangsa Sailendra atau Syailendra (Śailendravamśa) adalah nama wangsa atau dinasti raja-raja yang berkuasa di Sriwijaya, pulau Sumatera; dan di Mdaŋ (Kerajaan Medang), Jawa Tengah sejak tahun 752. Sebagian besar raja-rajanya adalah penganut dan pelindung agama Buddha Mahayana. Meskipun peninggalan dan manifestasi wangsa ini kebanyakan terdapat di dataran Kedu, Jawa Tengah
Raja & Penduduk Mdaŋ membangun borobudur
Waktu pembangunannya diperkirakan berdasarkan perbandingan antara
jenis aksara yang tertulis di kaki tertutup Karmawibhangga dengan jenis
aksara yang lazim digunakan pada prasasti kerajaan abad ke-8 dan ke-9.
Diperkirakan Borobudur dibangun sekitar tahun 800 masehi.
Kurun waktu ini sesuai dengan kurun antara 760 dan 830 M, masa puncak
kejayaan wangsa Syailendra di Jawa Tengah, yang kala itu dipengaruhi
Kemaharajaan Sriwijaya. Pembangunan Borobudur diperkirakan menghabiskan
waktu 75 – 100 tahun lebih dan benar-benar dirampungkan pada masa
pemerintahan raja Samaratungga pada tahun 825.
Madyan = Mdaŋ ?
Entah mengapa kata ini mirip Madyan = Mdaŋ ?, kemudian penduduk madyan, Mereka menyembah berhala bernama al-Aykah,
penduduk Madyan dan Aykah adalah kaum yang tinggal di pesisir Laut
Merah di tenggara Gunung Sinai. Aykah ialah sebuah tempat yang berhutan
di daerah Madyan, kemudian tempat itu dijadikan sesembahan oleh mereka,
mereka menyembah sebidang tanah gurun yang ditumbuhi pepohonan. Dewa
yang mereka sembah selain Aykah adalah Ba’al serta Asyera. Dikatakan
bahwa Syuʿaib diutus oleh Allah kepada tiga kaum tersebut, yang kemudian
dalam kisahnya mereka telah hancur karena bencana melalui do’a Syuʿaib.
Bagaimana dengan borobudur ?
Pohon Bodhi (Ficus
religiosa L., suku ara-araan atau Moraceae) adalah pohon yang dikenal
dalam agama Buddha sebagai tempat Sang Buddha Gautama bersemedi dan
memperoleh pencerahan.
Di bawah pohon ini Siddhartha Gautama, guru rohani yang kemudian dikenal
sebagai “Gautama Buddha”, dikatakan bersemedi sampai menerima pencerahan
(enlightenment), atau Bodhi. Dalam ikonografi agamawi, pohon Bodhi
dikenali dari daunnya yang berbentuk hati, dan biasanya ditunjukkan
dengan nyata. Pohon-pohon Bodhi biasanya ditanam di dekat setiap biara Buddha.Di
Candi Borobudur terdapat pohon bodhi yang merupakan keturunan langsung
dari pohon induk yang terdapat di Bodh Gaya, India, tempat Sang Buddha
memperoleh pencerahan.
Era Kerajaan Medang = Madyan = Mdaŋ ?
Selama ini kerajaan Medang dianggap diperintah oleh dua wangsa yaitu
Wangsa Sailendra yang beragama Buddha dan Wangsa Sanjaya yang beragama
Hindu Siwa, pendapat ini pertama kali diperkenalkan oleh Bosch. Pada
awal era Medang atau Mataram Kuno, wangsa Sailendra cukup dominan di
Jawa Tengah. Menurut para ahli sejarah, wangsa Sanjaya awalnya berada di
bawah pengaruh kekuasaan wangsa Sailendra. Mengenai persaingan
kekuasaan tersebut tidak diketahui secara pasti, akan tetapi
kedua-duanya sama-sama berkuasa di Jawa Tengah. Sementara Poerbatjaraka
menolak anggapan Bosch mengenai adanya dua wangsa kembar berbeda agama
yang saling bersaing ini. Menurutnya hanya ada satu wangsa dan satu
kerajaan, yaitu wangsa Sailendra dan Kerajaan Medang. Sanjaya dan
keturunannya adalah anggota Sailendra juga. Ditambah menurut Boechari,
melalui penafsirannya atas Prasasti Sojomerto bahwa wangsa Sailendra
pada mulanya memuja Siwa, sebelum Panangkaran beralih keyakinan menjadi
penganut Buddha Mahayana.
Raja-raja yang berkuasa dari keluarga Sailendra tertera dalam
prasasti Ligor, prasasti Nalanda maupun prasasti Klurak, sedangkan
raja-raja dari keluarga Sanjaya tertera dalam prasasti Canggal dan
prasasti Mantyasih. Berdasarkan candi-candi, peninggalan kerajaan
Mataram Kuno dari abad ke-8 dan ke-9 yang bercorak Budha (Sailendra)
umumnya terletak di Jawa Tengah bagian selatan, sedangkan yang bercorak
Hindu (Sanjaya) umumnya terletak di Jawa Tengah bagian utara.
Berdasarkan penafsiran atas prasasti Canggal (732 M) Sanjaya memang
mendirikan Shivalingga baru (Candi Gunung Wukir), artinya ia membangun
dasar pusat pemerintahan baru. Hal ini karena raja Jawa pendahulunya,
Raja Sanna wafat dan kerajaannya tercerai-berai diserang musuh. Saudari
Sanna adalah Sannaha, ibunda Sanjaya, artinya Sanjaya masih kemenakan
Sanna. Sanjaya mempersatukan bekas kerajaan Sanna, memindahkan ibu kota
dan naik takhta membangun kraton baru di Mdang i Bhumi Mataram. Hal ini
sesuai dengan adat dan kepercayaan Jawa bahwa kraton yang sudah pernah
pralaya, diserang, kalah dan diduduki musuh, sudah buruk peruntungannya
sehingga harus pindah mencari tempat lain untuk membangun kraton baru.
Pada masa pemerintahan raja Indra (782-812), puteranya, Samaratungga,
dinikahkan dengan Dewi Tara, puteri Dharmasetu, Maharaja Sriwijaya.
Prasasti yang ditemukan tidak jauh dari Candi Kalasan memberikan
penjelasan bahwa candi tersebut dibangun untuk menghormati Tara sebagai
Bodhisattva wanita. Pada tahun 790, Sailendra menyerang dan mengalahkan
Chenla (Kamboja Selatan), kemudian sempat berkuasa di sana selama
beberapa tahun.
Candi Borobudur selesai dibangun pada masa pemerintahan raja
Samaratungga (812-833). Borobudur merupakan monumen Buddha terbesar di
dunia, dan kini menjadi salah satu kebanggaan bangsa Indonesia. Dari
hasil pernikahannya dengan Dewi Tara, Samaratungga memiliki putri
bernama Pramodhawardhani dan putra bernama Balaputradewa. Balaputra
kemudian memerintah di Sriwijaya, maka selain pernah berkuasa di Medang,
wangsa Sailendra juga berkuasa di Sriwijaya.
Runtuhnya Wangsa Sailendra
Berapa sejarawan berusaha menjelaskan berakhirnya kekuasaan Sailendra
di Jawa Tengah mengaitkannya dengan kepindahan Balaputradewa ke
Sriwijaya (Sumatera). Selama ini sejarawan seperti Dr. Bosch dan Munoz
menganut paham adanya dua wangsa kembar berbeda keyakinan yang saling
bersaing; Sanjaya-Sailendra. Mereka beranggapan Sailendra yang penganut
Buddha kalah bersaing dan terusir oleh wangsa Sanjaya yang Hindu aliran
Siwa. Dimulai dengan adanya ketimpangan perekonomian serta perbedaan
keyakinan antara Sailendra sang penguasa yang beragama Buddha dengan
rakyat Jawa yang kebanyakan beragama Hindu Siwa, menjadi faktor
terjadinya ketidakstabilan di Jawa Tengah Untuk memantapkan posisinya di
Jawa Tengah, raja Samaratungga menikahkan putrinya Pramodhawardhani,
dengan anak Garung, Rakai Pikatan yang waktu itu menjadi pangeran wangsa
Sanjaya Sejak itu pengaruh Sanjaya yang bercorak Hindu mulai dominan di
Mataram, menggantikan agama Buddha. Rakai Pikatan bahkan menyerang
Balaputradewa, yang merupakan paman atau saudara Pramodhawardhani. Sejarah wangsa Sailendra berakhir pada tahun 850,
yaitu ketika Balaputradewa melarikan diri ke Suwarnadwipa yang
merupakan negeri asal ibunya. Setelah terusirnya wangsa Sailendra dari
Jawa Tengah, Munoz beranggapan berakhir pula kekuasaan Sriwijaya atas
Jawa selama satu abad. Munoz beranggapan bahwa orang-orang Jawa pengikut
Balaputradewa merasa terancam dan akhirnya menyingkir, mengungsi ke
Jawa Barat untuk mendirikan kerajaan Banten Girang. Hal ini berdasarkan
temuan arca-arca bergaya Jawa Tengahan abad ke-10 di situs Gunung
Pulasari, Banten Girang.
Sementara itu, sejarawan seperti Poerbatjaraka dan Boechari percaya
bahwa hanya ada satu wangsa yaitu Sailendra, dan tidak pernah disebutkan
Sanjayavamça dalam prasasti apapun. Sanjaya dan keturunannya dianggap
masih masuk dalam wangsa Sailendra. Secara tradisional, selama ini kurun
kekuasaan Sailendra dianggap berlangsung antara abad ke-8 hingga ke-9
Masehi, dan hanya terbatas di Jawa Tengah, tepatnya di Dataran Kedu,
dari masa kekuasaan Panangkaran hingga Samaratungga. Hal ini sesuai
dengan penafsiran Slamet Muljana yang menganggap Panangkaran sebagai
Raja Sailendra pertama yang naik takhta. Akan tetapi penafsiran paling
mutakhir berdasarkan temuan Prasasti Sojomerto serta kelanjutan
Sailendra di Sriwijaya mengusulkan; bahwa masa kekuasaan wangsa
Sailendra berlangsung jauh lebih lama. Dari pertengahan abad ke-7
(perkiraan dituliskannya Prasasti Sojomerto), hingga awal abad ke-11
masehi (jatuhnya wangsa Sailendra di Sriwijaya akibat serangan
Cholamandala dari India). Dalam kurun waktu tertentu, wangsa Sailendra
berkuasa baik di Jawa Tengah maupun di Sumatra. Persekutuan dan hubungan
pernikahan keluarga kerajaan antara Sriwijaya dan Sailendra
memungkinkan bergabungnya dua keluarga kerajaan, dengan wangsa Sailendra
akhirnya berkuasa baik di Kerajaan Medang Mataram di Jawa Tengah
sekaligus di Sriwijaya, Sumatera.
Pindah Ke Jawa Timur & Petilasan
Pada kurun 928 dan 1006, Raja Mpu Sindok memindahkan ibu kota kerajaan Medang ke kawasan Jawa Timur setelah serangkaian letusan gunung berapi;
tidak dapat dipastikan apakah faktor inilah yang menyebabkan
Borobudur ditinggalkan, akan tetapi beberapa sumber menduga bahwa sangat
mungkin Borobudur mulai ditinggalkan pada periode ini. Sementara itu,
dinasti ketiga yang berkuasa di Medang adalah Wangsa Isana yang baru
muncul pada ‘’periode Jawa Timur’’. Dinasti ini didirikan oleh Mpu
Sindok yang membangun istana baru di Tamwlang sekitar tahun 929. Dalam
prasasti-prasastinya, Mpu Sindok menyebut dengan tegas bahwa kerajaannya
adalah kelanjutan dari Kadatwan Rahyangta i Medang i Bhumi Mataram.
Permusuhan dengan Sriwijaya
Selain menguasai Medang, Wangsa Sailendra
juga menguasai Kerajaan Sriwijaya di pulau Sumatra. Hal ini ditandai
dengan ditemukannya Prasasti Ligor tahun 775 yang menyebut nama Maharaja
Wisnu dari Wangsa Sailendra sebagai penguasa Sriwijaya. Hubungan
senasib antara Jawa dan Sumatra berubah menjadi permusuhan ketika Wangsa
Sanjaya bangkit kembali memerintah Medang. Menurut teori de Casparis,
sekitar tahun 850–an, Rakai Pikatan berhasil menyingkirkan seorang
anggota Wangsa Sailendra bernama Balaputradewa putra Samaragrawira.
Balaputradewa kemudian menjadi raja Sriwijaya di mana ia tetap menyimpan
dendam terhadap Rakai Pikatan. Perselisihan antara kedua raja ini
berkembang menjadi permusuhan turun-temurun pada generasi selanjutnya.
Selain itu, Medang dan Sriwijaya juga bersaing untuk menguasai lalu
lintas perdagangan di Asia Tenggara.
Rasa permusuhan Wangsa Sailendra terhadap Jawa terus berlanjut bahkan
ketika Wangsa Isana berkuasa. Sewaktu Mpu Sindok memulai periode Jawa
Timur, pasukan Sriwijaya datang menyerangnya. Pertempuran terjadi di
daerah Anjukladang (sekarang Nganjuk, Jawa Timur) yang dimenangkan oleh
pihak Mpu Sindok.
Peristiwa Mahapralaya
Mahapralaya adalah peristiwa hancurnya
istana Medang di Jawa Timur berdasarkan berita dalam prasasti Pucangan.
Tahun terjadinya peristiwa tersebut tidak dapat dibaca dengan jelas
sehingga muncul dua versi pendapat. Sebagian sejarawan menyebut Kerajaan
Medang runtuh pada tahun 1006, sedangkan yang lainnya menyebut tahun
1016.
Raja terakhir Medang adalah Dharmawangsa Teguh, cicit Mpu Sindok.
Kronik Cina dari Dinasti Song mencatat telah beberapa kali Dharmawangsa
mengirim pasukan untuk menggempur ibu kota Sriwijaya sejak ia naik
takhta tahun 991. Permusuhan antara Jawa dan Sumatra semakin memanas
saat itu. Pada tahun 1006 (atau 1016) Dharmawangsa lengah. Ketika ia
mengadakan pesta perkawinan putrinya, istana Medang di Wwatan diserbu
oleh Aji Wurawari dari Lwaram yang diperkirakan sebagai sekutu Kerajaan
Sriwijaya. Dalam peristiwa tersebut, Dharmawangsa tewas.
Tiga tahun kemudian, seorang pangeran berdarah campuran Jawa–Bali
yang lolos dari Mahapralaya tampil membangun kerajaan baru sebagai
kelanjutan Kerajaan Medang. Pangeran itu bernama Airlangga yang mengaku
bahwa ibunya adalah keturunan Mpu Sindok. Kerajaan yang ia dirikan
kemudian lazim disebut dengan nama Kerajaan Kahuripan.
Kerajaan Kahuripan & Borobudur
Kahuripan adalah nama yang lazim dipakai
untuk sebuah kerajaan di Jawa Timur yang didirikan oleh Airlangga pada
tahun 1009. Kerajaan ini dibangun sebagai kelanjutan Kerajaan Medang
yang runtuh tahun 1006.
Runtuhnya Kerajaan Medang
Raja Kerajaan Medang yang terakhir bernama Dharmawangsa Teguh,
saingan berat Kerajaan Sriwijaya. Pada tahun 1006 Raja Wurawari dari
Lwaram (sekutu Sriwijaya) menyerang Watan, ibu kota Kerajaan Medang,
yang tengah mengadakan pesta perkawinan. Dharmawangsa Teguh tewas,
sedangkan keponakannya yang bernama Airlangga lolos dalam serangan itu.
Airlangga adalah putera pasangan Mahendradatta (saudari Dharmawangsa
Teguh) dan Udayana raja Bali. Ia lolos ditemani pembantunya yang bernama
Narotama. Sejak saat itu Airlangga menjalani kehidupan sebagai pertapa
di hutan pegunungan (wonogiri).
Airlangga Mendirikan Kerajaan
Pada tahun 1009, datang para utusan rakyat meminta agar Airlangga
membangun kembali Kerajaan Medang. Karena kota Watan sudah hancur, maka,
Airlangga pun membangun ibu kota baru bernama Watan Mas di dekat Gunung
Penanggungan. Pada mulanya wilayah kerajaan yang diperintah Airlangga
hanya meliputi daerah Gunung Penanggungan dan sekitarnya, karena banyak
daerah-daerah bawahan Kerajaan Medang yang membebaskan diri. Baru
setelah Kerajaan Sriwijaya dikalahkan Rajendra Coladewa raja Colamandala
dari India tahun 1023. Airlangga merasa leluasa membangun kembali
kejayaan Wangsa Isyana.
Peperangan demi peperangan dijalani Airlangga. Satu demi satu
kerajaan-kerajaan di Jawa Timur dapat ditaklukkannya. Namun pada tahun
1032 Airlangga kehilangan kota Watan Mas karena diserang oleh raja
wanita yang kuat bagai raksasa. Airlangga kemudian membangun ibu kota baru bernama Kahuripan di daerah Sidoarjo sekarang.
Musuh wanita dapat dikalahkan, bahkan kemudian Raja Wurawari pun dapat
dihancurkan pula. Saat itu wilayah kerajaan mencakup hampir seluruh Jawa
Timur.
Sidoarjo Terdapat Petilasan Borobudur
Entah mengapa sejarah meninggalkan jejak,
ketika Airlangga membangun kerajaan, maka daerah sidoarjo terdapat
daerah yang disebut kecamatan Candi & Buduran, kata Budur yang dalam
Sansekerta berarti Biara. Kata Budur yang berarti biara ini bisa kita
lihat dari kata Borobudur yang berarti biara yang tinggi (Boro: tinggi,
Budur: Biara). Bila kata Budur ber-lingua franca dengan biara, maka
Buduran berarti sebuah komplek berkumpulnya satu atau lebih biara.
Dengan kata lain Kecamatan Buduran di masa Jenggala adalah pemukiman
bagi pemuka-pemuka agama.
Saat ini sidoarjo menjadi pusat perhatian dunia baca Misteri Lumpur Lapindo yang memunculkan ‘gunung’ lumpur yang memunculkan simbol 99 sebagai isyarat sejarah akan berulang lagi,
Sebuah
peristiwa dari candi borobudur yang bernilai 22 dan 44 hingga akhirnya
menjadi 22+44=66 yang pernah terjadi, sebagai simbol kehancuran manakala
terjadi hal yang kembar, candi borobudur telah tersaksikan hingga kini.
Dari lumpur lapindo terus menerus terjadi, hingga simbol kembar kembali
muncul dalam deretan rentang kembar perhatikan gambar ini,
Simbol 66 adalah Memori Kelam Pada Gempa Padang 30-Sept-2009
Simbol demi simbol yang muncul pada tulisan
CANDI BOROBUDUR yang memuat 22 dan 44 adalah sebuah perulangan ketika
22+44=66 yang pernah terjadi, perhatikan ketika terjadi Gempa Padang
muncul simbol 66
Rentang waktu kembar juga termuat sebelum Gempa Padang
Simbol 66 adalah Memori Kelam Pada Letusan Merapi 26-oktober-2010
Setelah gempa padang 30-nov-2009, maka muncul simbol 66 yang mencuat pada letusan dahsyat 26-oktober-2010.
Perhatikan
sebelum beliau ikut menjadi korban tgl 26-oktober-2010, dari nama
beliau adalah 66, maka 66 hari sebelum tgl 26-oktober-2010, yogyakarta
dilanda gempa bumi, hingga pecahkan umpak kraton,
Tanda 66 hari sebelum Mbah Marijan Meninggal di tgl 26, Yogyakarta Diguncang Gempa Bumi 21 – Agustus 2010
Jauh hari sebelum kematian beliau, maka di keraton itulah tanda awal kematian mbah marijan lewat sebuah gempa bumi yang terjadi tgl 21-agustus-2010 lalu (baca Gempa Yogya, Mengapa Tepat 21–Agustus-2010 ?).Tersebutlah di dalam gempa itu cukup keras walau tidak ada korban jiwa, namun di keraton yogyakarta itulah sebuah makna terjadi, Akibat Gempa Yogya, Umpak Keraton Pecah, Sebuah Pertanda.
Itulah gempa yogya yang terjadi tgl 21-agustus-2010 lalu, hingga mbah
marijan meninggal tercatatlah tgl meninggalnya beliau adalah tgl
26-oktober-2010 sebagai tgl letusan g. merapi, GKR Hemas Tengok Jasad Mbah Maridjan
Gempa Yogya 21-Agustus-2010 Sebagai Peringatan Bencana Besar Setelah kejadian aneh aneh yang dikirimkanNya untuk menarik perhatian manausia dan sebagai bagian dari intropeksi akan dirinya, Gempa Yogya terjadi 21 Agustus 2010 yang dituliskan sebagai Gempa Yogya, Bagian Dari Rentetan Kegelapan yang kemudian terbukti dengan kegelapan terjadi di bulan oktober 2010.
Selengkapnya baca, Misteri Keanehan Gunung Merapi
Gunung merapi, mengutip wikipedia, Gunung Merapi
(ketinggian puncak 2.968 m dpl, per 2006) adalah gunung berapi di
bagian tengah Pulau Jawa dan merupakan salah satu gunung api teraktif di
Indonesia. Lereng sisi selatan berada dalam administrasi Kabupaten
Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sisanya berada dalam wilayah
Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Magelang di sisi barat, Kabupaten
Boyolali di sisi utara dan timur, serta Kabupaten Klaten di sisi
tenggara. Kawasan hutan di sekitar puncaknya menjadi kawasan Taman
Nasional Gunung Merapi sejak tahun 2004.
Gunung
ini sangat berbahaya karena menurut catatan modern mengalami erupsi
(puncak keaktifan) setiap dua sampai lima tahun sekali dan dikelilingi
oleh pemukiman yang sangat padat. Kota Magelang dan Kota Yogyakarta
adalah kota besar terdekat, berjarak di bawah 30 km dari puncaknya. Di
lerengnya masih terdapat pemukiman sampai ketinggian 1700 m dan hanya
berjarak empat kilometer dari puncak.
Miniatur ‘Kiamat’ Letusan Merapi Terjadi pada 26-oktober-2010
Pada tahun 2006 muncul kode penghancuran yang menuju pada titik utama, sebuah hitungan untuk memori bagi yang memiliki pemikiran
Firman
Allah swt, pada surat Al-Hijr (satu-satunya surah dengan jumlah ayat
99) di ayat 99 menyatakan “dan sembahlah Tuhanmu sampai datang
kepadamu yang diyakini .” (QS 15:99)
Gempa Dahsyat Nepal 25-4-2015 Sebagai Memori 99
Sebagai renungan yang tajam akan borobudur ini, maka 25-4-2015 terjadi gempa dahsyat, baca Ajaib, Gempa Dahsyat Nepal 25-4-2015 Tercatat di Al-quran Gempa ini merupakan sebuah jejak gempa terakhir yang merusak terjadi tgl 22-11-2014 (baca Misteri Dua Gempa Aneh di Jepang & Cina)
Dan Gempa Jepang
Apakah
maksud misteri dua gempa yang serempak terjadi tgl kembar 22-11-2014 ?
sehingga muncul gempa hebat di nepal 25-4-2015 ? perhatikan gambar
dibawah ini:
Sebuah rentang waktu 154 hari dari gempa ditanggal kembar 22-11-2014 (Misteri Dua Gempa Aneh di Jepang & Cina),
hingga sebuah 154 adalah 99+55 hari diantara gempa hebat diatas. Sebuah
154 yang merupakan suatu kensicayaan dalam surah alquran surah 15 ayat
ke 4 yang berisi sebuah peristiwa besar,
Dan Kami tiada membinasakan sesuatu negeripun, melainkan ada baginya ketentuan masa yang telah ditetapkan. (QS 15 ayat 4)Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang Aku merahasiakan agar
supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan. (QS
20:15)
Rentang waktu 99+55 merupakan rentang yang berulang-ulang terjadi seperti yang tertuliskan di bawah ini (baca Gempa Dahsyat Nepal 25-4-2015, Telah Diperingatkan Sebelumnya),
Memori simbol 99 muncul pula di Indonesia, saat terjadi Tsunami pangandaran, mirip dengan CANDI BOROBUDUR
Fakta-Fakta Candi Borobudur
Mengutip media online, 4 Fakta Unik Candi Borobudur
Misteri Nama Borobudur
Gubernur Jenderal Britania Raya, Thomas Stamford Raffles yang berjasa
mengarahkan perhatian dunia pada susunan batu bergambar yang tersebar
di daerah Kedu — lokasi Borobudur menurut legenda Jawa. Hingga batu-batu
yang sebagian besar telah terkubur di bawah gundukan tanah dan
ditumbuhi semak belukar itu kemudian digali pada 1814.
Dia lantas menuliskan laporan temuannya itu lewat buku The History of Java pada 1817. Dan lewat buku itu pula nama Borobudur pertama kali dituliskan. Tak banyak yang diketahui tentang asal-usul nama tersebut. Hingga kini pun masih misterius. Namun situs Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencatat, pada zaman dahulu di sekitar Candi Borobudur tumbuh subur pohon budur. Budur diartikan sebagai pohon bodhi atau pohon kehidupan.
Di samping itu, Raffles juga disebut memiliki 3 versi arti dari nama Borobudur. Yakni, budur yang kuno (Boro= kuno, budur= nama tempat), lalu Sang Buddha yang agung (Boro= agung, budur= Buddha), dan Buddha yang banyak (Boro= banyak, budur= Buddha) Sementara ahli Jawa Kuno, Poerbatjaraka disebutkan memiliki pendapat lain tentang arti nama Borobudur. Menurut dia, Borobudur berasal dari kata biara (tempat suci atau kuil) dan bidur yang berarti tempat tinggi. Kedua kata itu bermakna kuil di tempat yang tinggi. Atau biara di Budur (Budur=nama tempat/desa).
Disebut dalam Kitab Nagarakertagama
Nama Borobudur juga disebut dalam kitab Negarakertagama karya Empu Prapanca 1365 Masehi. Dalam kitab itu diceritakan tentang adanya bangunan suci agama Buddha dari aliran Wajradhara yang disebut sebagai budur.
Laman Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud menyebutkan, sampai saat ini kata budur hanya dipakai oleh masyarakat pedesaan yang bertempat tinggal di wilayah Borobudur. Karena itu kata budur yang disebut dalam kitab Negarakertagama diperkirakan adalah Candi Borobudur. Nagarakertagama bercerita tentang kehidupan pada zaman Kerajaan Majapahit. Kitab yang ditulis di atas pelepah lontar itu sendiri kini telah diakui oleh Badan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB atau UNESCO sebagai warisan dokumenter ingatan dunia (Memory of the World).
Mengapa Ditinggalkan?
Hingga saat ini belum ada yang bisa menjawab alasan mengapa Borobudur ditinggalkan hingga akhirnya terkubur dalam tanah sebelum ditemukan kembali oleh Raffles. Sebagian menduga, candi tersebut ditinggalkan karena bencana letusan Gunung Merapi.
Borobudur memang terletak di lokasi istimewa. Diapit 2 pasang gunung, Gunung Merapi dan Merbabu di sebelah Timur serta Gunung Sindoro dan Sumbing di sebelah Utara. Juga Pegunungan Menoreh di sebelah selatan. Selain itu Borobudur juga terletak di antara 2 sungai, Progo dan Elo. Pun begitu dengan asal batu-batu besar penyusun Borobudur yang masih misterius. Tak diketahui pasti dari mana batu tersebut didapatkan
Danau Purba
Seniman dan pakar arsitektur Hindu Buddha, W.O.J. Nieuwenkamp mengajukan teori kontroversial pada 1931. Dia menyebut, daratan Kedu dulunya adalah sebuah danau purba. Menurut dia, Borobudur merupakan perlambang bunga teratai yang mengapung di atas permukaan danau. Saat itu, hipotesa ini menjadi perdebatan hangat di kalangan para ilmuwan.
Sementara Van Bemmelen dalam bukunya The Geology of Indonesia menyebutkan, batu-batuan hasil letusan besar pada 1006 telah menutupi danau di Borobudur hingga menjadi kering. Material vulkanik itu pula yang diduga menutupi candi tersebut hingga dilupakan sebelum ditemukan kembali.
BeSmart
Dia lantas menuliskan laporan temuannya itu lewat buku The History of Java pada 1817. Dan lewat buku itu pula nama Borobudur pertama kali dituliskan. Tak banyak yang diketahui tentang asal-usul nama tersebut. Hingga kini pun masih misterius. Namun situs Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencatat, pada zaman dahulu di sekitar Candi Borobudur tumbuh subur pohon budur. Budur diartikan sebagai pohon bodhi atau pohon kehidupan.
Di samping itu, Raffles juga disebut memiliki 3 versi arti dari nama Borobudur. Yakni, budur yang kuno (Boro= kuno, budur= nama tempat), lalu Sang Buddha yang agung (Boro= agung, budur= Buddha), dan Buddha yang banyak (Boro= banyak, budur= Buddha) Sementara ahli Jawa Kuno, Poerbatjaraka disebutkan memiliki pendapat lain tentang arti nama Borobudur. Menurut dia, Borobudur berasal dari kata biara (tempat suci atau kuil) dan bidur yang berarti tempat tinggi. Kedua kata itu bermakna kuil di tempat yang tinggi. Atau biara di Budur (Budur=nama tempat/desa).
Disebut dalam Kitab Nagarakertagama
Nama Borobudur juga disebut dalam kitab Negarakertagama karya Empu Prapanca 1365 Masehi. Dalam kitab itu diceritakan tentang adanya bangunan suci agama Buddha dari aliran Wajradhara yang disebut sebagai budur.
Laman Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud menyebutkan, sampai saat ini kata budur hanya dipakai oleh masyarakat pedesaan yang bertempat tinggal di wilayah Borobudur. Karena itu kata budur yang disebut dalam kitab Negarakertagama diperkirakan adalah Candi Borobudur. Nagarakertagama bercerita tentang kehidupan pada zaman Kerajaan Majapahit. Kitab yang ditulis di atas pelepah lontar itu sendiri kini telah diakui oleh Badan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB atau UNESCO sebagai warisan dokumenter ingatan dunia (Memory of the World).
Mengapa Ditinggalkan?
Hingga saat ini belum ada yang bisa menjawab alasan mengapa Borobudur ditinggalkan hingga akhirnya terkubur dalam tanah sebelum ditemukan kembali oleh Raffles. Sebagian menduga, candi tersebut ditinggalkan karena bencana letusan Gunung Merapi.
Borobudur memang terletak di lokasi istimewa. Diapit 2 pasang gunung, Gunung Merapi dan Merbabu di sebelah Timur serta Gunung Sindoro dan Sumbing di sebelah Utara. Juga Pegunungan Menoreh di sebelah selatan. Selain itu Borobudur juga terletak di antara 2 sungai, Progo dan Elo. Pun begitu dengan asal batu-batu besar penyusun Borobudur yang masih misterius. Tak diketahui pasti dari mana batu tersebut didapatkan
Danau Purba
Seniman dan pakar arsitektur Hindu Buddha, W.O.J. Nieuwenkamp mengajukan teori kontroversial pada 1931. Dia menyebut, daratan Kedu dulunya adalah sebuah danau purba. Menurut dia, Borobudur merupakan perlambang bunga teratai yang mengapung di atas permukaan danau. Saat itu, hipotesa ini menjadi perdebatan hangat di kalangan para ilmuwan.
Sementara Van Bemmelen dalam bukunya The Geology of Indonesia menyebutkan, batu-batuan hasil letusan besar pada 1006 telah menutupi danau di Borobudur hingga menjadi kering. Material vulkanik itu pula yang diduga menutupi candi tersebut hingga dilupakan sebelum ditemukan kembali.
BeSmart
-Semoga Bermanfaat-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar